PERSPEKTIF dalam KOMUNIKASI PERSUASIF
PERSPEKTIF dalam
KOMUNIKASI PERSUASIF
KONSEP DASAR SIKAP
Konsep sikap
dalam komunikasi persuasif menempati posisi yang sangat penting. Konsep sikap
merupakan jembatan yang menghubungkan sikap konsep komunikasi dengan perilaku
intern manusia.
A. Pengertian
Sikap
Menurut Mar’at (1981) istilah sikap berasal dari bahasa inggris Attitude yang juga berasal dari bahasa
latin Aptus yang berarti keadaan siap
secara mental yang bersifat subjektif untuk melakukan kegiatan.
Azwar (1995) berdasarkan pemikiran beberapa ahli, mengklasifikasi
pengertian sikap secara tradisional menjadi tiga kelompok, sebagai berikut;
1.
Sikap
adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.
2.
Sikap
merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap sesuatu objek dengan
cara-cara tertentu.
3.
Sikap
adalah konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling
berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap objek.
B. Karakteristik
Sikap
Applebaum dan Anatol (1974) memberikan ciri-ciri atau
karakteristik sikap sebagai berikut;
1.
Sikap
itu memiliki objek
2.
Sikap
memiliki arah, derajat, atau intensitas
3.
Sikap
itu dapat dipelajari
4.
Sikap
itu stabil dan berjalan lurus
C. Komponen-Komponen
Sikap
Komponen sikap terdiri atas komponen kognisi, komponen
afeksi, dan komponen konasi (Applebaum dan Anatol 1974)
1.
Komponen
Kognisi (Cognitive Component)
Menurut
Ma’rat (1981) komponen kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepdikan
tentang objek. Applebaum dan Anatol menjelaskan bahwa komponen kognitif
berkaitan dengan kepercayaan tentang objek-objek, termasuk evaluasi
kepercayaan, seperti baik buruk, pantas tidak pantas.
2.
Komponen
Afektif (Affective Component)
Komponen
afektif berkaitan dengan perasaan suka atau tidak suka. Aspek tersebut
berkaitan dengan komponen kognitif, yang dalam hal ini aspek kognirif cenderung
mengubah pemikiran seseorang sementara itu komponen afektif merupakan perasaan
yang menyangkut aspek emosional.
3.
Komponen
Konatif (The Conative Component)
Komponen
konatif berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku.
D. Proses
Pembentukan Sikap
Manifestasi sikap tidak dapat langsung
dilihat, tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang
masih tertutup.
Menurut
Cardo, sikap itu memerlukan adanya predisposisi dalam merespon objek sosial,
dalam interaksinya dengan variabel situasional dan disposisional yang lain,
menuntun dan mengarahkan perilaku nyata seseorang.
Ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi pembentukan sikap seseorang, yakni pengaruh faal, kepribadian, dan
faktor eksternal. Pengaruh faal berkaitan dengan aspek biologis seseorang,
sedangkan faktor kepribadian menyangkut perpaduan antara mental dan neural.
Pengaruh eksternal berkaitan dengan faktor lingkungan, baik berupa situasi,
pengalaman maupun hambatan untuk terbentuknya sikap.
E. Konsep
Sikap dalam Komunikasi Persuasif
Sikap merupakan aspek yang sangat
strategis dalam kajian persuasi. Konsep sikap sangat bermanfaat bagi persuader
dalam memprediksi sikap persuadee sehingga ia dapat melakukan komunikasinya
secara efektif.
PENDEKATAN TEORI BELAJAR dalam KOMUNIKASI
PERSUASIF
Aspek-aspek
yang terdapat dalam Teori Belajar dalam Komunikasi Persuasif, antara lain
berikut ini :
1. Classical
Conditioning
2. Operant
Conditioning
3. Pendekatan
Inkolusi
4. Aplikasi
masing-masing teori dalam Komunikasi Persuasif
1.
Classical
Conditioning
Menurut Klausmeier
(1966 dalam Soedijanto, 1978), Classical Conditioning adalah timbulnya respons
dan stimulus netral atau stimulus yang seharusnya tidak akan menumbuhkan
respons tersebut..
Classical Conditioning
adalah suatu bentuk belajar yang memungkinkan organism memberikan respons
terhadap suatu rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan respons tersebut.
Unsur-unsur Classical
Conditioning terdiri dari Unconditional Stimulus (UCS), Unconditional Response
(UCR), dan Conditional Stimulus (CS).
a. Unconditional
Stimulus adalah stimulus yang secara wajar dan otomatis menimbulkan respons
pada organism. Dalam eksperimen Pavlov, UCS adalah makanan, dan respons yang
ditimbulkan adalah pengeluaran air liur pada anjing percobaan.
b. Unconditional
Respons adalah respons yang secara wajar dan otomatis ditimbulkan oleh UCS.
Dalam percobaan Pavlov, UCR adalah pengeluaran air liur.
c. Conditioned
Stimulus adalah stimulus yang netral, yang tidak menimbulkan suatu respons waar
dan otomatis pada organism. Dalam penelitian Pavlov, yang bertindak sebagai CS adalah
bunyi lonceng.
2.
Operant
Conditioning
Welker (1973)
mendefinisikan Operant Conditioning sebagai suatu prosedur dimana seseorang
dapat mengontrol tingkah laku organism melalui pemberian reinforcement yang
bijaksana dalam lingkungan yang relative bebas. Kemudian, Hardy dan Heyes
(1985) memberi batasan Operant Conditioning sebagai suatu respons yang mendapat
penguatan berupa sesuatu yang diminta atau dibutuhkan ataupun disukai oleh
organisme yang muncul berulang-ulang.
Operant Conditioning
adalah penggunaan konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan dan tak
menyenangkan untuk mengubah perilaku individu.
1. Mekanisme
Belajar Operant Conditioning
Throndike merumuskan
konsep belajar, dengan prinsip utamanya yang terkenal dengan Law of effect.
2. Pengembangan
Konsep Operant Conditioning
Skinner mengembangkan
Law off effect dari Throndike dengan menambahkan unsure reinforcement atau
penguatan.
3. Komponen-komponen
Penguatan (Reinforcement)
Ada lima konsep yang
berkaitan dengan jadwal penguatan dan pengaruhnya dengan taraf respond an taraf
penghapusan, yakni penguatan kontinu, penguatan rasio-tetap, penguatan
selang-tetap, penguatan rasio-berubah dan penguatan selang-berubah.
o
Penguatan kontinu (continuous
reinforcement) digunakan dalam prosedur dihentikan, penghapusan respons pun
terjadi pula, dan kecepatannya hampir sama dengan pengukuhan.
o
Penguatan rasio-tetap (fixed-ratio
reinforcement) melalui metode ini, dapat ditunjukkan adanya taraf respons yang
cepat dan taraf penghapusan yang sama cepatnya pula.
o
Penguatan selang-tetap (fixed-interval
reinforcement) dengan metode ini perilaku subjek percobaan mendapatkan
penguatan hanya sesudah periode waktu yang tetap, dengan syarat paling tidak
ada sekali respons selama periode waktu tersebut. Berdasarkan metode ini,
diketahui adanya taraf respons yang lambat; sering kali adanya respons hanya
satu kali. Proses penghapusan ternyata dapat cepat terjadi.
o
Penguatan rasio-berubah (variable ratio
reinforcement) melalui metode ini, penguatan diberikan setelah rata-rata
banyaknya respons tertentu. Metode ini menunjukkan adanya taraf respons yang
mantap dan tahan terhadap penghapusan. Dalam penelitian Skinner, binatang akan
membuat beberapa respons terlebih dahulu sebelum penghapusan terjadi.
o
Penguatan selang-berubah (variable-ratio
reinforcement) berdasarkan metode ini tampak bahwa terjadi respons yang mantap,
namun tidak setinggi pada jadwal Penguatan Rasio Berubah.
4. Operant
Conditioning dan Perilaku
Skinner membedakan
tingkah laku menjadi 2 jenis, yakni tingkah laku respinden dan tingkah laku
operant.
3.
Pendekatan
Inokulasi
William J. McGuire dan
kawan-kawannya, tahun 1961 melakukan serangkaian penelitian eksperimental yang disebutnya sebagai “Teori
Inokulasi (Theory of Inoculation). Pendekatan inokulasi McGuire merupakan
analogi dengan proses penggunaan imunisasi untuk jenis penyakit tertentu. Dalam
situasi biologis , seseorang dapat menjadi kebal terhadap serangan virus dengan
cara diberi terpaan untuk memperlemah dosis virus dengan tujuan untuk
menstimulasi perlawanan pertahanannya yang disebabkan oleh serangan kuman virus
tersebut.
Melalui proses
inokulasi, seseorang dapat mengelurakan lebih sedikit dosis argumentasinya
dengan orang lain yang mungkin menggunakannya agar jangan digunakan untuk
kepercayaannya.
Melalui pendekatan
inokulasi, seseorang akan menolak persuasi dengan cara mempertahankan posisinya
sehingga ia menjadi tidak peka terhadap pesan-pesan persuasi yang dating dari
orang lain.
4.
Implikasi
Teori Belajar dalam
Komunikasi Persuasif
Persuasi dapat
dipandang sebagai suatu cara belajar. manusia dapat belajar tentang
fenomena-fenomena yang ada dihadapannya. manusia dapat merubah respon yang
berkaitan dengan sikap. Belajar persuasi merupakan suatu gabungan produk pesan
yang diterima individu dan mengantarai berbagai kekuatan didalam individu yang
berdasarkan pesan-pesan persuasif.
PENDEKATAN TEORI KONSISTENSI KOGNITIF, TEORI SOCIAL
JUDGMENT, dan TEORI FUNGSIONAL dalam KOMUNIKASI PERSUASIF
Teori
Konsistensi Afektif-Kognitif
Teori ini mengonsentrasikan pada apa yang terjadi
pada dalam diri individu dalam kaitannya dengan komponen-komponen afektif dan
kognitif. Yang kita kaji adalah hal-hal yang berkaitan dengan objek sikap dan
kaitan antara objek sikap tersebut dengan nilai-nilai yang dianut oleh
seseorang. Isi teori ini menyatakan bahwa sikap berhubungan dengan nilainilai
sentral, dan memberikan kerangka untuk menjelaskan korelasi antara sifat dasar
dan kekuatan perasaan yang berkaiatan degan objek sikap di satu sisis, dan
dilain sisi, dengan kepercayaan dan persepsi (Applebaum dan Antol, 1974).
Dengan kata lain, Rosenberg memfokuskan perhatiannya pada aspek yang terjadi
pada diri individu pada saat terjadi perubahan sikap.
Kaitan antara komponen
kognitif dan afektif, oeh Rosenberg dijelasskan sebagai berikut bahwa apabila
antara komponen kognitif dan komponen afektif bersifat konsisiten satu sama
lainnya maka sikap seseorang akan berada dalam kondisi yang stabil. Sebaliknya
apabila menunjukan ketidakkonsistenan maka sikap seseorang berada dala kondisi
tidak stabil. Kondisi tidak stabil akan membawa pada aktivitas reorganisasi
yanspontan menuju pada kondisi tercapainnya konsistensi afektif-kognitif atau
menempatkan inkonsistensi yang tidak
terselesaikan
tersebut diluar batass kesadaran aktif (Applebaum dan Antol, 1974).
Jika berkaitan dengan
dampak komunikasi pesuasif, Cohen (1964) mengatakan bahwa ‘’Akan diterima oleh
seseorang (atu palin tidak akan dilihat olehnyadengan senang hati atau
persuasif jika sikap itu tidak mengalami perubbahan) secara sedikit demi
sedikit dimana merekaa menolong untuk mengubah ketidak seimbangan kognitifnya
(Applebaum dan Antol, 1974).
Teori
Disonansi Kognitif
Teori disonansi (festinger, 1954; Brehm dan Cohen, 1962;
Aronson, 1968) membahas tentang ketidak kosistenan dalam psikologis mengenai
apa yang diketahui seseorang dan bagaimana mereka bertindak, serta bagaimana
mereka memperlakukan ketidak konsistenan tersebut.
Teori Social Judgment
Asumsi dasar teori social judgment adalah bahwa orang membentuk situasi
yang penting buat dirinya, dan tidak ditentukan oleh situasi. Teori tersebut
memfokuskan dirinya dalam mempelajari proses psikologik yang mendasari
pernyataan sikap dan perubahan sikap melalui komunikasi. Konsep utamanya adalah
pembentukan skala penilaian, norma-norma, penolakan, peneriamaan, serta wilayah
dari tingkat menerima atau menolak.
Teori Fungsional
Dasar dari teori fungsional adalah perubahan sikap seseorang tergantung
pada kebutuhannya.
Fungsi
utilitarian menyatakan bahwa individu dengan sikapnya, berusaha untuk
memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan aspek-aspek yang tidak
disukainya.
Fungsi
pertahanan ego berarti bahwa sikap yang dibentuk oleh individu, digunakan untuk
melindungi dirinya dari ancaman dunia luar.
Ada tiga faktor yang dapat digunakan untuk mengubah pertahanan diri, yaitu
penghilangan ancaman, katarsis, dan membantu individu dalam memperoleh wawasan
dalam pertahanan mekanisme dirinya.
Nilai ekspresif berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan refleksi
dari nurani manusia. Dalam fungsi ini, sikap merupakan “layar” bagi segala
ungkapan diri individu yang dapat dibaca dan dilihat.
Melalui fungsi ekspresi nilai, individu dapat mengembangkan sikap tertentu
untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan nilai yang dianutnya, sesuai dengan
penilaian pribadi dan konsep dirinya.
Sikap dapat berfungsi sebagai penerima objek dan ilmu pengetahuan serta
dapat memberikan arti dan makna terhadap objek tertentu. Sikao dapat berfungsi sebagai alat evaluasi
terhadap fenomena yang ada dan melalui sikap tersebut diorganisasikan.
Strategi komunikasi persuasi yang baik, tidak bisa dikembangkan sampai
seseorang mengetahui apakah sikap tertentu yang dilakukan oleh seseorang
persuade membantu dalam penyesuaian terhadap pertahanan ego, pengekspresian
nilai, dan sebuah fungsi pengetahuan.
Sumber : Soemirat, Soleh dan Surayana, Asep. 2015. Komunikasi Persuasif. Tangerang
Selatan : Universitas Terbuka.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKakak..
BalasHapusIzin buat referensi yaa